Krui, (ZL) – Pemanggilan Aparatur Pekon LHP dan Dinas Terkait ditegaskan Ahmad Muhyan Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Pesisir Barat ,di Ruang Kerjanya, pada selasa (27/1/2021).
Berdasarkan Informasi yang saya terima, terkait temuan di Lapangan tentang pengelolaan dana desa dan program pembangunan di pekon padang rindu sarat masalah, ” Indikasi penyimpangan terlihat jelas dari proyek pembangunan MCK tahun 2019, ” Tegas Ahmad Muhyan.
Muhyan menyayangkan, persoalan ini harus terjadi di Pekon Padang Rindu. ia menjelaskan pengawasan secara ketat dalam Pengelolalan Dana Desa dilakukakan melekat oleh pedamping Desa, pendamping Lokal, LHP dan unsur masyarakat mengacu Permendes.
Terkait ke tidak transparan dalam pengelolalan dana desa (DD) yang dilakukan Aparat desa padang rindu, Komisi I akan mengambil langkah tegas dengan memanggil semua pihak terkait untuk di lakukan Hearing. ” seharusnya dana desa ini untuk mensejahterakan masyarakat dan dilaksanakan secara terbuka, ” Pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, bahwa Proyek MCK di Pekon Padang Rindu, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Pesisir Barat Sarat Di korupsi. Setelah menyoal dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan pipa air bersih Tahun 2018 silam, kini masyarakat bersama LHP (Lembaga Himpun Pekon) setempat menuding adanya dugaan penggelembungan dan pemotongan upah kerja dalam proyek pembangunan jamban umum/MCK umum tahun 2019.
Menurut Sekretaris LHP Padang Rindu Efidar pada Tahun 2019 lalu pemerintah pekon mengalokasikan anggaran sampai Rp369,9 juta dari dana desa untuk pembangunan 30 unit jamban/MCK umum. Dari jumlah tersebut, Rp172,6 juta dianggarkan untuk pembelian matrial/bahan baku, sedangkan Rp188,6 juta untuk upah kerja. Sisanya sejumlah Rp8,6 juta untuk honor TPK dan sewa peralatan. Maka, lanjut Efidar, diperoleh rincian anggaran per unit Rp5,7 juta untuk pembelian bahan baku dan Rp6,2 juta untuk upah kerja. Efidar menuding rincian anggaran ini tidak proporsional mengingat upah kerja yang dianggarkan lebih dari separuh total anggaran.
Ia justru mencium dugaan penyimpangan dalam proyek ini. “Sebab semua warga yang ikut bekerja mengaku kepada kami (maksudnya LHP) mereka hanya dibayar satu juta sembilan ratus ribu rupiah per unit untuk upah,” ujarnya.
Apa yang dituturkan Efidar ini didukung informasi yang tercantum dalam situs resmi Kemendes PDTT. Dalam situs tersebut angka yang tercantum tepat benar adanya. Dalam lampiran Peraturan Pekon Padang Rindu No 02 Tahun 2019 tentang penjabaran APB Pekon tahun 2019 juga didapati angka yang sama persis sebagaimana disebut LHP.
Bahkan, tudingan Efidar ini diamini puluhan warga Pekon Padang Rindu yang ikut mengerjakan proyek dimaksud. Menurut Hipzon, warga yang ikut mengerjakan jamban umum, ia bersama seorang tetangganya menerima upah Rp1,9 juta untuk membangun MCK di rumahnya dengan ukuran 1,5 M persegi dan menggali septic tank dengan ukuran 1,5 M x 1 M.
Dana tersebut dibayarkan langsung oleh TPK Padang Rindu. Selain menerima upah, warga juga mendapat matrial dari TPK berupa : pasir 3 M3, batu bata 1.500 buah, semen 10 sak, asbes 3 lembar, besi untuk cor yang sudah dianyam, kasau 5×5 3 batang, closet 1 buah dan bak air plastik 1 buah.
Menurut perhitungan LHP, jumlah matrial yang diterima tidak lebih dari Rp5 juta jika diuangkan. TPK bahkan tidak menyediakan batu split untuk pengecoran septic tank. “Warga yang minta batu split untuk pengecoran spiteng disuruh cari sendiri. TPK tidak menyediakan,” imbuh Nazrunsyah, warga lainnya.
Saat dikonfirmasi di kediamannya, Peratin Pekon Padang Rindu Khairil Anwar membenarkan ada proyek jambanisasi dengan dana Rp12 juta lebih per unit.
Namun Khairil mengaku tidak ingat rinciannya. “Kalau berapa matrial berapa upah saya enggak tahu lagi,” kilahnya. Saat ditunjukkan salinan peraturan pekon yang memuat rincian anggaran, Khairil tetap membantah besaran upah kerja sebesar Rp6,2 juta per unit. “Tidak mungkin sebesar itu,” ujarnya membantah.
Namun saat ditanyakan berapa jumlah yang benar, Khairil mengaku kurang memahami.Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam pemberitaan, Zona Lampung bersama Tim lantas meminta peratin menunjukkan dokumen asli berupa APB Pekon tahun 2019.
Namun Khairil mengaku tidak memegang dokumen dimaksud. Ia juga memastikan TPK tidak memiliki dokumen yang sama. Karena peratin berdalih tidak tahu dan tidak memegang dokumen terkait perkerjaan bermasalah tersebut,
Ditempat terpisah, Harian Zona Lampung bersama tim mencoba mencari jawaban kepada pihak TPK. Namun, hingga berita ini diturunkan, pihak TPK belum dapat dimintai konfirmasinya.
Ditambahkan Efidar, pihak LHP Padang Rindu bersama masyarakat menyatakan tidak pernah menerima hasil pekerjaan MCK tersebut. “Untuk pekerjaan ini belum pernah ada musyawarah desa serah terima nya. Sebab lembaga himpun pekon hanya menerima map kosong waktu itu. jadi kami tolak,” terangnya.
Dugaan penyimpangan dan sikap pemerintah pekon yang tidak transparan bahkan berbuntut panjang. MDST (musyawarah desa serah terima) yang berlangsung 13 Januari lalu akhirnya dibubarkan LHP tanpa keputusan. LHP bersama masyarakat menyatakan menolak MDST. Hingga saat ini, LHP Padangrindu belum menjadwalkan ulang MDST 2020. ( Agus/ Tim )